A.Intertekstual Sastra
Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Lebih dari itu, teks itu sendiri secara etimologis (textus, bahasa latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan. Produksi makna terjadi dalam interteks yaitu melalui proses proposisi, permutasi, dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara mencari hubungan-hubungan bermakna diantara dua teks atau lebih. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hypogram. Interteks dapat dilakukan antara novel dengan novel, novel dengan puisi, novel dengan mitos. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga sebaliknya pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi. (Ratna, 2004 : 173)
Mengenai keberadaan suatu hypogram dalam interteks, selanjutnya Riffaterre (dalam Ratna, 2005:222) mendifinisikan hipogram sebagai struktur prateks, generator teks puitika lebih lanjut, Hutomo (dalam Sudikan, 2001:118) merumuskan hipogram sebagai unsur cerita (baik berupa ide, kalimat, ungkapan, peristiwa dan lain-lain) yang terdapat dalam suatu teks sastra pendahulu yang kemudian teks sastra yang dipengaruhinya.
Frow (dalam Endraswara, 2003:131), mengemukakan interteks berdasarkan pada asumsi kritis. Asumsi tersebut yakni:
1. Konsep interteks menuntut peneliti untuk memahami teks tak hanya sebagai isi, melainkan aspek perbedaan sejarah teks,
2. Teks tak hanya struktur yang ada, tetapi satu sama lain juga saling
memburu, sehingga terjadi perulangan atau transformasi teks,
3. Ketidakhadiran struktur teks dalam rentang teks yang lain namun hadir
juga dalam teks tertentu yang ditentukan oleh proses waktu,
4. Bentuk kehadiran struktur teks merupakan rentangan dari yang eksplisit
sampai implisit,
5. Hubungan teks satu dengan teks yang lain boleh dalam rentang waktu
lama, hubungan tersebut dapat secara abstrak dan juga sering terdapat penghilangan-penghilangan bagian tertentu,
6. Pengaruh mediasi dalam interteks sering berpengaruh terhadap
penghilangan gaya maupun norma-norma sastra,
7. Dalam melakukan identifikasi interteks diperlukan proses interpretasi, dan
8. Analisis interteks berbeda dengan melakukan kritik, melainkan lebih
terfokus pada pengaruh.
B. Hipotesis
Dari penjelasan tentang operasional kajian intertekstual naskah drama Sumbi dan Gigi Imitasi memiliki kesamaan unsur intrinsik dengan naskah aslinya, berupa penokohan. Di samping itu, kedua naskah ini juga memiliki beberapa perbedaan seperti alur dan konflik antartokoh. Maka, dapat dikatakan bahwa cerita Sumbi dan Gigi Imitasi merupakan negasi dari cerita legenda Sangkuriang.
Mengenai kejelasan perbedaan dan atau perbandingan antara kedua naskah, akan disertakan kemudian sebuah analisis intertekstual terhadap naskah-naskah tersebut.
C. Analisis Intertekstual Legenda Sangkuriang dalam Naskah Drama
Sumbi dan Gigi Imitasi
1. Asal-usul Dayang Sumbi dan Sangkuriang.
• Perbedaan
- Naskah Asli Legenda Sangkuriang.
Cerita dimulai dengan seoranng anak raja yang tidak beristri (karena membenci wanita) dan mempunyai kegemaran berburu. Pada suatu waktu ketika ia berburu di rimba larangan atau hutan keramat, ia membuang air kecil. Kebetulan pada saat itu ada seekor babi betina (yang sebenarnya seorang dewi yang terkena kutukan) meminum air kencing itu, lalu ia mengandung dan melahirkan anak perempuan. Anak perempuan ini dijumpai anak raja tadi, kemudian dipungutnya sebagai anak dan diberi nama Dayang Sumbi.
Dayang Sumbi memiliki suami seekor anjing bernama Tumang, penjelmaan dari seorang dewa. Dari hasil perkawinan mereka terlahirlah seorang anak lelaki tampan bernama Sangkuriang.
- Naskah Sumbi dan Gigi Imitasi
Dalam naskah ini Sumbi langsung dipertemukan dengan Ahmad Sangku pada keadaan yang berbeda, di mana Sumbi berlaku sebagai juragan dan Ahmad Sangku sebagai pesuruhnya.
• Persamaan
Memiliki status yang sama-sama seorang diri, yakni Sumbi yang berstatus janda dan Sangkuriang berstatus perjaka.
2. Kisah Percintaan
• Perbedaan
- Naskah Asli Legenda Sangkuriang.
Naskah asli legenda Sangkuriang menceritkan seorang anak yakni Sangkuriang yang memiliki perasaan cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi dan berkeinginan kuat untuk menikahi Dayang Sumbi. Namun Dayang Sumbi menolak niatnya, karena ia mengetahui bahwa lelaki itu (Sangkuriang) adalah anak kandungnya.
- Naskah Sumbi dan Gigi Imitasi
Perasaan cinta yang mendalam dari seorang ibu, yakni Sumbi kepada seorang pria sampai-sampai pria itu sering kali menjelma dalam mimpi-mimpinya. Suatu waktu ia terbangun, dan merasa bahwa Ahmad Sangkulah pria yang selalu hadir dalam mimpi-mimpinya itu. Seketika ia menatap wajah Ahmad Sangku, dan menyebut bahwa Ahmad Sangku adalah anaknya. Hal itu disebabkan oleh adanya ciri-ciri khusus. Seperti apa yang sering dilakukan Ahmad Sangku dan apa yang dikenakannya,semua itu sama persis dengan anak kandung Sumbi yang telah lama berpisah. Akan tetapi, kenyataan itu tidak dihiraukan oleh Sumbi, ia tetap bersikeras untuk menikahi Ahmad Sangku.
• Persamaan
Fenomena cinta terlarang antara Ibu dengan anak kandungnya.
3. Penyebab Sangkuriang Tidak Memiliki Orang Tua.
• Perbedaan
- Naskah Asli Legenda Sangkuriang
Tumang adalah ayah kandung Sangkuriang yang merupakan jelmaan seorang dewa yang dikutuk menjadi seekor anjing. Suatu hari Sangkuriang diperintahkan ibunya untuk berburu bersama Tumang. Namun karena pemburuan tidak juga mendapatkan hasil, Sangkuriang menyuruh Si Tumang untuk mengejar seekor babai betina, akan tetapi Si Tumang tidak menurut dan tetap berdiam diri, tentu saja hal itu membangkitkan amarah Sangkuriang, sehingga mengakibatkan anjing itu dibunuhnya kemudian diambilnya hati Si Tumang.
Sesampainnya di rumah, hati itu diberikannya kepada Dayang Sumbi untuk dimasak. Setelah mengetahui bahwa hati yang dimakannya itu sebenarnya hati Si Tumang, Dayang Sumbi marah besar tanpa berpikir panjang Dayang Sumbi langsung mengusir Sangkuriang.
- Naskah Sumbi dan Gigi Imitasi
Dalam naskah ini, disebutkan bahwa Sangkuriang adalah seorang anak yatim piatu sejak lahir.
• Persamaan
Sebenarnya, Sangkuriang memiliki orang tua yang memiliki nama yang sama antarnaskah yang satu dengan yang lain, yakni Tumang sebagai ayahnya dan nama penggalan ibunya, Sumbi.
4. Akhir Cerita
• Perbedaan
- Naskah Asli Legenda Sangkuriang
Dayang Sumbi memberikan syarat kepada Sangkuriang untuk membuat sebuah danau dan sebuah perahu dalam waktu satu malam,. Namun Dayang Sumbi menyiasatinya, Sangkuriang pun gagal memenuhi sayarat tersebut dan pada akhirnya perahu yang belum selesai dibuat itu ditendang Sangkuriang. Perahu tersebut jatuh tertelungkup dan akhirnya membentuk sebuah gunung berbentuk perahu terbalik yang kemudian hari bernama gunung tangkuban perahu.
- Naskah Sumbi dan Gigi Imitasi
Tidak diceritakan adanya keterkaitan cerita dengan asal-usul terciptanya gunung Tangkuban Perahu. Pada akhir kisah Sumbi diberi mas kawin berupa gigi palsu oleh Ahmad Sangku tetapi tidak diceritakan lebih lanjut apakah Sumbi menerima pinangannya atau tidak.
D. Kesimpulan
Intertekstual diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Konsep ini menuntut peneliti untuk memahami teks tidak hanya sebagai isi, melainkan aspek perbedaan sejarah teks itu sendiri.
Naskah drama Sumbi dan Gigi Imitasi bertolak belakang dengan naskah drama Sangkuriang. Sehingga dapat diklasifikasikan dalam naskah yang bersifat negasi (bertentangan dengan teks asli).
Naskah drama Sumbi dan Gigi Imitasi yang memiliki akhir cerita yang menggantung ini membuktikan bahwa dalam penerapan teori interteks fungsi hypogram ialah sebagai petunjuk hubungan antarteks yang dimanfaatkan oleh pembaca, bukan penulis, sehingga memungkinkan terjadinya perkembangan makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar